Ketika Gunung Kelud Harus Memilih Kediri atau Blitar

Gunung Kelud
JAKARTA, JO- Gunung Kelud kembali terbangun. Aktivitasnya kali ini membuat repot setidaknya empat provinsi di Pulau Jawa, yaitu Jawa Timur, Jawa Tengah, DI Yogyakarta bahkan Jawa Barat. Debu vulkanik yang tebal memaksa penerbangan menuju kota-kota terpenting di tiga provinsi dihentikan, dan banyak aktivitas masyarakat yang terganggu.

Gunung setinggi 1.713 meter di atas permukaan laut (dpl) itu kini sepanas dua kabupaten yang ada di sekitar gunung itu, yakni Kabupaten Blitar dan Kabupaten Kediri yang sempat "berseteru" memperebutkan gunung itu. Maklum gunung itu memang tegak di perbatasan dua kabupaten ini, plus Kabupaten Malang.

Aktivitas terakhir Gunung Kelud tercatat pada September 2007 hingga November 2007 yang memaksa sekitar 135.000 jiwa penduduk di sekitar lereng gunung ini mengungsi. Namun ketika itu letusan tidak terjadi.

Pada tahun 2014 ini, aktivitas Gunung Kelud sudah diawali akhir tahun 2013 lalu, kemudian meningkat pada 10 Februari 2014 lalu ketika Gunung Kelud dinaikkan statusnya menjadi Siaga dan kemudian Awas pada 13 Februari 2014. Diperkirakan erupsi eksplosif seperti tahun 1990 akan terjadi.

Aktivitas terbaru ini tentu membuat tiga kabupaten menjadi repot, khususnya Kediri dan Blitar yang sama-sama mengklaim kepemilikan puncak gunung yang dalam bahasa Belanda disebut Klut, Cloot, Kloet, Kloete ini.

Kediri dan Blitar ribut setidaknya sejak tahun 2000, ketika itu Kabupaten Kediri memulai upaya membangun infrastruktur pariwisata ke puncak Kelud, termasuk mengembangkan atraksi-atraksi pendukung yang menarik kunjungan wisatawan, seperti pembuatan gardu di puncak Gajahmungkur, pemberian penerangan lampu warna-warni, pembuatan jalur panjat tebing, pemandian air panas dan flying fox.

Kabupaten Kediri menyatakan sudah mengeluarkan anggaran mencapai Rp 47,238 miliar untuk membangun infrastruktur itu. Ibaratnya dari hutan belantara, kini kawasan itu menjadi obyek wisata. Hal itu ingin menunjukkan bahwa merekalah yang pantas untuk "memiliki Kelud".

Upaya itu kemudian mendapat protes keras dari Kabupaten Blitar antara lain pada tahun 2003, dan semakin keras pada tahun 2007 ketika Kabupaten Kediri semakin kencang melakukan pembangunan pariwisata di sana, sehingga mendorong Gubernur Jatim menjadi mediasi penentuan batas wilayah.

Tapi apa daya, Blitar semakin kesal karena adanya Surat Keputusan Gubernur Jawa Timur Nomor 188/113/KPTS/013/2012 tertanggal 28 Februari 2012 itu Gubernur Jatim yang menetapkan kawasan Kelud sebagai wilayah Kabupaten Kediri. Blitar menuding proses mediasi yang dilakukan gubernur Jatim tidak adil.

Pihak petinggi di Blitar mempersoalkan peta yang digunakan untuk menentukan batas wilayah yakni peta Rupa Bumi Indonesia yang diterbitkan Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal) tahun 2003 yang menunjukkan bahwa Kelud masuk ke Kediri bukan peta RBI tahun 2001 yang malah menunjukkan Kelud masuk ke Blitar.

Blitar bahkan menampilkan bukti-bukti peta lama yang diperoleh dari Museum Tropen dan Leiden di Belanda, yang menunjukkan bahwa Kelud memang masuk wilayah Blitar.

Dan persoalan itu terus berkembang hingga sekarang, sampai kemudian Kelud sendiri yang membuat pilihan. Soalnya aktivitas yang sedang terjadi yang dilakukan gunung ini tentu akan memberikan "wajah" baru sebuah gunung. Bentuk baru yang bisa jadi sedang terbangun.

Apalagi yang paling jelas saat bencana seperti ini, dua-duanya juga akhirnya menjadi korban. Bukankah saatnya keduanya berbaik-baik saja? (jo-4)

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.