Jusuf Kalla
JAKARTA, JO- Kalangan politisi Partai Golkar mengakui kesepakatan koalisi dengan PDI Perjuangan yang mengalami tarik-ulur selama beberapa hari terakhir, terkait dengan sosok Jusuf Kalla, mantan wapres yang juga mantan ketua umum DPP Partai Golkar.

"Ya itu memang mengusik, semacam trauma lah... Sebagian di antara fungsionaris Golkar cemas jika mendukung Jusuf Kalla maka akan terulang peristiwa yang sama ketika JK maju sebagai capres SBY 10 tahun lalu. Golkar akan 'diambil' lagi oleh JK," kata seorang fungsionaris DPP Partai Golkar kepada JakartaObserver.com, siang ini.

Menurutnya, 10 tahun lalu, begitu pasangan SBY-JK memenangi pilpres, Munas Partai Golkar kemudian 'dikuasai' JK yang saat itu telah menjabat jadi wapres. Sayangnya lima tahun kemudian, dalam munas juga ketua umum tidak lagi berlanjut di tangan JK tapi dijabat Aburizal Bakrie.

"Kisah masa lalu ini sedikit banyak telah mempengaruhi keputusan Partai Golkar dalam menentukan koalisi. Meskipun tidak sedikit politisi Golkar lainnya yang mengaku tidak kuatir," sambungnya.

Dikatakan, apakah Golkar akan dipimpin oleh siapapun sebenarnya tidak masalah, yang penting bisa membawa partai ini semakin besar, bukan semakin mengecil.

"Tapi yang namanya politik ada pertimbangan lain, kalkulasi-kalkulasi yang sulit untuk dijelaskan secara matimatika. Saya pikir sih bagus juga, siapapun menang Golkar tetap menang. Suara diberikan ke Prabowo, kalau Jokowi memang toh ada JK disana," katanya.

Saat Golkar dipimpin Jusuf Kalla, perolehan suara pemilu legislatif tahun 2009 hanya 14,45 persen atau menurun dibandingkan tahun 2004 yakni 21,58 persen.

Senin pagi tadi, Sekjen PDIP Tjahjo Kumolo mengatakan, Jusuf Kalla dicalonkan menjadi cawapres bukan mewakili Partai Golkar, melainkan oleh empat partai pendukung koalisi PDIP yakni PDIP, Nasdem, PKB dan Hanura. (jo-10)

Mengunjungi London? Cek Daftar Hotel, Bandingkan Tarif dan Baca Ulasannya

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.