MK: Kelola Rumah Sakit, Organisasi Nirlaba tidak Harus Berbentuk Badan Hukum Khusus

Mahkamah Konstitusi
JAKARTA, JO- Mahkamah Konstitusi (MK), Kamis (22/5), mengabulkan sebagian permohonan Pengujian Undang-Undang (PUU) Rumah Sakit yang dimohonkan oleh Persyarikatan Muhammadiyah, dan menyatakan rumah sakit publik yang diselenggarakan oleh badan hukum bersifat nirlaba (nonprofit), seperti yang dimiliki Muhammadiyah, tidak harus berbentuk badan hukum yang kegiatan usahanya hanya bergerak di bidang perumahsakitan.


Wakil Ketua MK Arief Hidayat saat membacakan pendapat MK dalam Putusan No38/PUU-XI/2013 itu mengatakan, ketentuan yang mengharuskan rumah sakit bersifat nirlaba berbentuk badan hukum khusus untuk usaha perumahsakitan telah mengabaikan hak dari perkumpulan atau yayasan yang bertujuan sosial.

"Terlebih, rumah sakit tersebut dimaksudkan untuk berpartisipasi dalam pemerintahan dengan ikut menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan bagi masyarakat yang belum sepenuhnya dapat disediakan oleh pemerintah," katanya.

Selain itu, MK juga beranggapan keharusan untuk mengubah badan hukum perkumpulan atau yayasan yang selama ini telah menyelenggarakan penyediaan fasilitas rumah sakit akan mengakibatkan risiko ditutup atau terhentinya pelayanan rumah sakit yang ada.

Tentu saja hal itu bertentangan dengan maksud pembentukan Undang-Undang RS. Apalagi apabila perkumpulan atau yayasan yang sekarang mengelola rumah sakit mengalami kesulitan untuk mengubah bentuk badan hukum penyelenggaran rumah sakit yang terpisah dari badan hukum induknya.

"Hal demikian secara tidak langsung akan merugikan hak dan kepentingan masyarakat untuk mendapatkan fasilitas pelayanan kesehatan," sambungnya.

Terkait perlindungan terhadap rumah sakit, MK menyatakan perlindungan bukan hanya dapat diberikan manakala usaha rumah sakit tersebut berbentuk badan hukum yang khusus bergerak di bidang perumahsakitan. Rumah sakit yang berbentuk badan hukum lain pun, karena sifatnya sebagai badan hukum, tentu harus mendapatkan jaminan akan keberlangsungan unit usaha yang berada di bawah naungannya berdasarkan Konstitusi.

Lebih lanjut, MK menilai pembentuk undang-undang (UU RS) telah salah mempersepsikan seluruh rumah sakit sebagai “usaha”. Padahal, Mahkamah memahami bahwa tidak selalu rumah sakit itu sebagai badan usaha, contohnya rumah sakit yang dilaksanakan oleh badan-badan sosial maupun yayasan dan

Sebelumnya, Muhammadiyah menggugat ketentuan dalam Pasal 7 ayat (4) UU Rumah Sakit yang memerintahkan RS yang didirikan swasta harus berbentuk badan hukum yang kegiatan usahanya hanya bergerak di bidang perumahsakitan. Dalam pasal tersebut, frasa “yang kegiatan usahanya hanya bergerak di bidang perumahsakitan” dianggap telah menghalangi usaha Pemohon untuk dapat mengelola rumah sakit.

Sebab, sebagai organisasi masyarakat, Muhammadiyah telah lama bertindak sebagai pendiri dan pengelola rumah sakit meski tidak berbadan hukum khusus untuk bidang perumahsakitan. Dengan kata lain, rumah sakit yang dimiliki Muhammadiyah tidak diakui sehingga menyebabkan pemberian izin tertentu sulit didapatkan. Padahal, Muhammadiyah memastikan rumah sakit yang mereka dirikan ditujukan untuk sosial semata. (jo-2)

Jalan-jalan ke Las Vegas? Cek Daftar Hotel, Bandingkan Tarif dan Baca Ulasannya

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.