Ilustrasi
JAKARTA, JO- Rapat Paripurna DPR, Selasa (17/8) telah mengesahkan RUU tentang Hak Cipta menjadi UU, yang menggantikan UU No19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. Apa saja hal baru dalam UU ini?

Dari pengamatan JakartaObserver.com, sejumlah alasan yang dijadikan dasar untuk melakukan perubahan terhadap UU NO19 Tahun 2002 adalah perkembangan teknologi informasi dan komunikasi sehingga dibutuhkan pengaturan yang proporsional agar fungsi positif dapat dioptimalkan dan dampak negatifnya dapat diminimalkan.

Upaya mengganti UU lama itu juga dinilai sebagai upaya sungguh-sungguh dari negaar untuk melindungi hak ekonomi dan hak moral pencipta dan pemilik hak terkait sebagai unsur penting dalam pembangunan kreativas nasional.

Berikut adalah hal-hal baru yang diatur dalam UU baru ini:

1. Perlindungan Hak Cipta dilakukan dengan waktu lebih panjang sejalan dengan penerapan aturan di berbagai negara sehingga jangka waktu perlindungan Hak Cipta di bidang tertentu diberlakukan selam ahidup pencipta ditambah 70 tahun setelah pencipta meninggal dunia.
2. Perlindungan yang lebih baik terhadap hak ekonomi para pencipta dan/atau pemilik hak terkait, termasuk membatasi pengalihan hak ekonomi dalam bentuk jual putus (sold flat).
3. Penyelesaian sengketa secara efektif melalui proses mediasi, arbitrase atau pengadilan, serta penerapan delik aduan untuk tuntutan pidana.
4. Pengelola tempat perdagangan bertanggung jawab atas tempat penjualan dan/atau pelanggaran hak cipta dan/atau hak terkait di pusat tempat perbelanjaan yang dikelolanya.

Cek Hotel di Jakarta, Bandingkan Tarifnya | Cek Hotel di Parapat, Danau Toba, Bandingkan Harga dan Baca Ulasannya | Cek Hotel di Bandung, Bandingkan Tarif dan Baca Ulasannya | Cek Hotel di Surabaya, Bandingkan Tarif dan Baca Ulasannya

5. Hak cipta sebagai benda bergerak tidak berwujud dapat dijadikan objek jaminan fidusia.
6. Menteri diberi kewenangan untuk menghapus ciptaan yang sudah dicatatkan, apabila ciptaan tersebut melanggar norma agama, norma susila, ketertiban umum, pertahanan dan keamanan negara, serta ketentuan peraturan perundang-undangan.
7. Pencipta, pemegang hak cipta, pemilik hak terkait menjadi anggota Lembaga Manajemen Kolektif agar dapat menarik imbalan atau royalti.
8. Pencipta dan/atau pemilik hak terkait mendapat imbalan royalti untuk ciptaan atau produk hak terkait yang dibuat dalam hubungan dinas dan digunakan secara komersial.
9. Lembaga Manajemen Kolektif yang berfungsi menghimpun dan mengelola hak ekonomi pencipta dan pemilih hak terkait wajib mengajukan permohonan izin operasional kepada menteri.
10. Pengajuan hak cipta dan hak terkait dalam sarana multimedia untuk merespon perkembangan teknologi informasi dan komunikasi.

Terkait dengan Lembaga Manajemen Kolektif (LMK), UU baru ini menysaratkan lembaga itu hanya dapat menggunakan dana operasional paling banyak 20 persen dari jumlah keseluruhan royalti yang dikumpulkan setiap tahunnya (Pasal 91 ayat 1), lalu pada 5 tahun pertama sejak berdirinya LMK, LMK dpaat menggunakan dana operasional paling banyak 30 persen dari jumlah keseluruhan royalti yang dikumpulkan setiap tahunnya (Pasal 91 ayat 2).

Selain itu ditetapkan pula ketentuan bahwa menteri melaksanakan evaluasi terhadap LMK paling sedikit satu kali dalam setahun. Serta ketentuan bahwa untuk melakukan penghimpunan royalti, LMK wajib melakukan koordinasi dan menetapkan besaran royalti yang menjadi hak masing-masing LMK seusai dengan kelaziman dalam praktik berdasarkan keadilan. Ketentuan lebih lanjut terkait besaran royalti ini ditetapkan LMK dan disahkan oleh menteri.(jo-2)

Mengunjungi London? Cek Daftar Hotel, Bandingkan Tarif dan Baca Ulasannya | Wisata ke New York? Cek Daftar Hotel, Bandingkan Tarif dan Baca Ulasannya | Jalan-jalan ke Las Vegas? Cek Daftar Hotel, Bandingkan Tarif dan Baca Ulasannya

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.