Industri Pariwisata Sampaikan Keluhan Sekaligus Usul ke DPR

Rapat dengar pendapat Komisi X DPR dengan industri pariwisata, hari ini.
JAKARTA, JO- Komisi X DPR RI menggelar rapat dengar pendapat dengan kalangan industri pariwisata, di Gedung DPR, Jakarta, Senin (19/1). Sejumlah unek-unek pun disampaikan terkait kinerja Kementerian Pariwisata, termasuk berbagai usul mulai dari penambahan negara bebas visa, penguatan dunia usaha, hingga program Visit Indonesia Year.

Hadir dalam rapat ini Ketua Umum DPP Indonesia Congress and Convention Association (INCCA) Iqbal Alan Abdullah, Ketua Umum DPP Asosiasi Peruhasaan Perjalanan Wisata Indonesia (Asita) Asnawi Bahar, Managing Direktur Badan Promosi Pariwisata Indonesia (BPPI) Fachrul Bachri yang juga mewakili Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Wiryanti Sukamdani, Ketua Umum Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Didien Junaedy dan lainnya.

Dalam paparannya dalam rapat yang dipimpin Ketua Komisi X Teuku Riefky Harsya, Ketua Umum DPP Incca Iqbal Alan Abdullah mengungkapkan, pencapaian target kunjungan 20 juta wisatawan 2019 sulit dicapai jika tanpa kerja keras dan sinergi antara pemerintah dengan industri.

“Kita tidak bisa mengandalkan satu sektor saja, ini harus dilakukan simultan antara pemasaran, pengembangan destinasi, penguatan dunia usaha serta sumber daya manusia pariwisata,” kata Iqbal.

Menurut Iqbal, ada beberapa scenario yang bisa ditempuh untuk merinci target masing-masing negara pasar utama pariwisata Indonesia. Hal itu juga sekaligus untuk menghadapi kenyataan besarnya outbound daripada inbound selama ini.

Cek Hotel di Jakarta, Bandingkan Tarifnya | Cek Hotel di Parapat, Danau Toba, Bandingkan Harga dan Baca Ulasannya | Cek Hotel di Bandung, Bandingkan Tarif dan Baca Ulasannya | Cek Hotel di Surabaya, Bandingkan Tarif dan Baca Ulasannya

Khusus untuk MICE, Iqbal menyebut jenis wisata ini sangat potensial untuk dikembangkan karena 40 persen wisatawan yang datang ke Indonesia bermotif bisnis atau meeting. Hanya saja, selama ini dukungan pemerintah belum optimal.

“Di Amerika Serikat, industri MICE ini lebih besar daripada industri otomotif dan transportasi udara. Kita punya peluang besar disini,” katanya.

Diantara usul yang mereka sampaikan adalah perlunya peningkatan status Direktorat MICE di Kementerian Pariwisata menjadi Direktorat Jenderal (DItjen) MICE, sehingga perhatian terhadap industry ini bisa lebih besar lagi. INCCA juga mengusulkan pembentukan Indonesia Convention and Exhibition sebagai lembaga pemerintah nondepartemen yang khusus menangani industri MICE di Indonesia sebagaimana di negara lain.

Untuk mendorong lebih banyak kunjungan wisman, Iqbal kemudian mengusulkan Visit Indonesia Year untuk tahun 2016, 2017 dan 2018. Ini, begitu Iqbal, sebagai trigger untuk mempromosikan pariwisata Indonesia.

Selain itu, Iqbal Alan Abdullah mendorong keberpihakan pemerintah dalam mengembangkan dunia usaha dalam negeri dengan mengupayakan penurunan suku bunga perbankan di bawah 10 persen untuk misalnya kredit maksimal Rp5 miliar.

“Hal ini sangat dibutuhkan dunia usaha untuk dapat bertumbuh sehat terutama dalam menghadapi persaingan usaha yang semakin ketat dengan era liberalisasi saat ini,” sambung Iqbal.

Kalangan industri juga menyoroti Masyarakat Ekonomi ASEAN, dan meminta agar DPR mendorong pemerintah untuk memberikan subsidi bagi sertivikasi 25.000 tenaga ahli SDM pariwisata menghadapi persiangan di tingkat ASEAN maupun global. (jo-2)

Mengunjungi London? Cek Daftar Hotel, Bandingkan Tarif dan Baca Ulasannya | Wisata ke New York? Cek Daftar Hotel, Bandingkan Tarif dan Baca Ulasannya | Jalan-jalan ke Las Vegas? Cek Daftar Hotel, Bandingkan Tarif dan Baca Ulasannya

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.