Panglima TNI: Kekuatan TNI adalah Bersama Rakyat, Ulama dan Santri
Panglima TNI saat peringatan Resolusi Jihad ke-70. |
Demikian dikatakan Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo dalam sambutannya pada Peringatan Resolusi Jihad ke-70 yang diselenggarakan oleh PBNU (Pengurus Besar Nahdlatul Ulama), bertempat di Tugu Proklamasi, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (22/10).
Jenderal TNI Gatot Nurmantyo juga menyampaikan, sejarah mencatat bahwa peristiwa Resolusi Jihad bersentuhan langsung dengan kedaulatan Republik Indonesia. Terdapat 4 peristiwa penting yang saling mempengaruhi dan saling menguatkan, yaitu peristiwa tanggal 17 Agustus sebagai Hari Kemerdekaan Republik Indonesia, 5 Oktober hari pembentukan TKR (Tentara Keamanan Rakyat) sekarang TNI, 22 Oktober sebagai hari pencetusannya Resolusi Jihad NU dan 10 November pecahnya perang di Surabaya yang kita kenal sebagai Hari Pahlawan.
Pada kesempatan tersebut Panglima TNI menyampaikan rasa hormat dan apresiasi yang tinggi terhadap semangat dan motivasi yang ditunjukan para santri. Sebagai generasi muda bangsa yang terus memelihara dan meneguhkan komitmennya terhadap perjuangan para pahlawan serta kecintaannya pada tanah air, salah satunya diwujudkan pada gerak jalan memperingati Resolusi Jihad yang menempuh jarak ratusan kilometer, diawali dari Tugu Pahlawan di Surabaya dan sampai di Tugu Proklamasi di Jakarta.
“Untuk mengingatkan generasi muda bahwa perjuangan bangsa sejak proklamasi kemerdekaan dilakukan seluruh komponen bangsa termasuk para ulama. Setelah merdeka baru TNI lahir, jadi yang merdekakan bangsa bukan TNI tetapi Bapak/Ibu kandung TNI, sehingga TNI adalah anak kandung rakyat,” kata Jenderal TNI Gatot Nurmantyo.
Lebih lanjut Panglima TNI mengatakan bahwa, hikmah dan pelajaran diperoleh peristiwa dari Resolusi Jihad antara lain bahwa perjuangan melawan penjajah saat itu terkait Resolusi Jihad yang dikumandangkan oleh Rais Akbar NU, KH Hazim Ashari. Bangsa penjajah tidak rela Indonesia merdeka, sehingga berusaha untuk menguasai kembali tanah air. Mereka membonceng sekutu untuk menguasai kembali Indonesia, namun hal itu diketahui oleh para pejuang kemerdekaan dan ditindaklanjuti dengan merapatkan barisan untuk menolak kedatangan kolonialis. Para santri berkumpul di seluruh wilayah Jawa dan Madura, mengatur langkah strategi perjuangan sebagai kewajiban mempertahankan tanah air dan bangsanya.
“Tanpa Resolusi Jihad, maka tidak ada perlawan yang heroik, jika tidak ada perlawanan heroik berarti tidak ada Hari Pahlawan tanggal 10 November,” ujarnya.
Pada saat itu Presiden Soekarno memohon fatwa hukum mempertahankan kemerdekaan bagi umat Islam kepada KH Hazim Ashari, sehingga keluarlah sebuah Fatwa Jihad yang berisikan bahwa perjuangan membela tanah air merupakan suatu Jihad Fisabilillah. Maka lahirlah Resolusi Jihad Fisabilillah yaitu berperang menolak dan melawan penjajah adalah Fardhu Ain yang harus dikerjakan oleh setiap orang Islam laki-laki, perempuan, anak-anak bersenjata atau tidak bagi yang berada dalam jarak lingkaran 94 km dari tempat masuk dan kedudukan musuh. Bagi orang-orang yang berada diluar dari jarak lingkaran, kewajiban itu menjadi Fardu Qifayah, yang cukup dikerjakan sebagian saja, untuk membantu perjuangan di wilayahnya.
Sebelum mengakhiri sambutannya, Panglima TNI menegaskan, sejarah menggambarkan betapa ulama dan santri merupakan sebuah guru perjuangan kemerdekaan Indonesia. Ulama dan santri bukan sekedar pejuang, tetapi sebagai pelaku perjuangan itu sendiri terutama dalam konteks Resolusi Jihad dalam melawan penjajah. Kekuatan TNI yang baru lahir beberapa bulan tidak akan sanggup melawan kekuatan sekutu yang bersenjata saat itu, namun ditengah keterbatasan dan kemustahilan tersebut TNI ternyata menemukan kekuatannya. (jo-17)
Sebelum ke Yogyakarta, Cek Dulu Tarif Hotel dan Ulasannya Ke Bandung? Cek Dulu Hotel, Tarif dan Ulasannya Disini Cek hotel di Lombok, bandingkan harga dan baca ulasannya Liburan ke Surabaya? Cari hotel, bandingkan tarif dan baca ulasannya Cek hotel di Parapat, Danau Toba, bandingkan harga dan baca ulasannya
Tidak ada komentar: