RUU Keamanan Nasional Didiskusikan
Suasana diskusi RUU Kamnas. |
"Dari urgensi tidak dibutuhkan, karena sebenarnya secara konstitusional dan mengacu pada ketetapan MPR Nomor 6 dan Nomor 7 tahun 2000 Indonesia sebetulnya lebih membutuhkan UU tentang Tugas Perbantuan. Dalam hal ini Undang-undang perlibatan TNI dalam konteks operasi selain perang itu dimandatkan oleh ketetapan MPR Nomor 6 dan Nomor 7," kata Direktur Program Imparsial Al Araf dalam diskusi panel kajian kritis RUU Keamanan Nasional di markas Sespimti Polri, Lembang, Bandung, Rabu (30/9).
UU perbantuan tersebut dinilai tepat untuk menciptakan hubungan baik antara TNI dan Polri dalam mengamankan Indonesia.
"Ini yang akan menjadi jawaban di dalam mencari jembatan hubungan antara TNI dan Polri dalam mengatasi situasi kontijensi dan situasi grey area (area abu-abu) yang sebenarnya dalam wilayah-wilayah tertentu," ujarnya.
Al Araf menilai, RUU Kamnas belum dibutuhkan lantaran tata kelola sektor pertahanan dan keamanan di Indonesia sudah jauh lebih baik.
Cek hotel di Lombok, bandingkan harga dan baca ulasannya | Liburan ke Surabaya? Cari hotel, bandingkan tarif dan baca ulasannya | Cek hotel di Parapat, Danau Toba, bandingkan harga dan baca ulasannya | Jalan-jalan ke Las Vegas? Temukan harga hotel terendah
"Hal ini harus dijawab melalui pembentukan undang-undang perbantuan, bukan dengan membentuk RUU Kamnas. Karena RUU Kamnas secara urgensi tidak dibutuhkan, mengingat yang lebih dibutuhkan adalah uud perbantuan sesuai ketetapan MPR."
Dinamika ancaman ketahanan di Indonesia bisa ditangani oleh berbagai UU yang ada.
"Kalau ancaman terkait dengan serangan dari negara lain atau ancaman pertahanan, itu tentu tugas TNI sebagaimana diatur dalam UUD pertahanan dan UUD TNI," tambah Al Araf.
Sedangkan ancaman yang terkait keamanan dalam negeri, khususnya dalam konteks persoalan terorisme, narkoba dan lain sebagainya, kata Al Araf hal itu tugas institusi Polri dengan mengacu pada UU Polri Nomor 2 tahun 2002.
"Kalau untuk menghadapi dinamika ancaman untuk fungsi-fungsi preventif, negara sudah memiliki UU Intelijen yang di dalamnya mengharuskan intelijen kerja diteksi dini," ungkap Al Araf. (amin)
Tidak ada komentar: