Presiden Jokowi: Deradikalisasi Butuh Keterlibatan Masyarakat dan Ormas
Presiden Jokowi di Indramayu, Kamis (7/6/2018). |
“Proses-proses untuk deradikalisasi sudah digerakkan oleh pemerintah misalnya melalui BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme) untuk pencegahan atau tindakan di Polri dan TNI,” kata Presiden Jokowi menjawab pertanyaan wartawan saat berkunjung ke Desa Majasari, Kecamatan Sliyeg, Kabupaten Indramayu, Kamis (7/6/2018) pagi.
Presiden mengakui, bahwa radikalisme ini tidak muncul tiba-tiba. Ini sudah proses yang lama dan tidak mendadak datang.
Untuk itu, Presiden berharap bahwa proses deradikalisasi yang saat ini digerakkan pemerintah tidak hanya berjalan sendirian. Menurutnya, keterlibatan berbagai elemen masyarakat dan organisasi keagamaan juga penting sebagai upaya pencegahan sejak dini.
“Misalnya Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga ikut berperan, kemudian Nahdlatul Ulama juga ikut berperan, dan Muhammadiyah juga kita ajak berperan bersama. Memang kalau melihat data yang terpapar itu angkanya sudah sangat mengkhawatirkan. Ini yang terus akan kita kerjakan,” ucap Presiden Jokowi.
Kepala Negara juga mengungkapkan bahwa saat ini sedang dilakukan kajian oleh Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi mengenai diperlukan atau tidaknya regulasi yang secara khusus mengatur soal radikalisme di lingkungan kampus ini.
“Baru dalam proses kajian oleh Kemenristekdikti. Tetapi kalau memang regulasi itu diperlukan, akan kita buat. Tapi ini masih dalam kajian,” tutur Kepala Negara.
Namun Kepala Negara menegaskan bahwa radikalisme di kampus dan pencegahannya sama sekali tidak berkaitan dengan prinsip kebebasan akademik atau berserikat. Dua hal itu menurutnya adalah hal berbeda yang tidak saling terkait.
“Tidak ada hubungannya antara kebebasan akademik atau kebebasan berserikat dengan proses pencegahan radikalisme. Ini adalah proses dalam rangka eksistensi negara kita ini, bukan yang lainnya,” tandas Presiden Jokowi. (jo-2)
Tidak ada komentar: