LPSK Puji Terobosan Majelis PN Wates Selesaikan Kasus Pidana Anak
Kantor LPSK |
Demikian disampaikan oleh Ketua LPSK Hasto Atmojo pada saat berkunjung ke Pengadilan Negeri Wates, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, pada Kamis, (16/7/2020) dalam rangka kunjungan kerja.
“Kami melihat terobosan yang diambil majelis hakim dalam menangani kasus ini sangat inovatif, progresif, dan inkonvensional. Semoga terobosan ini bisa menjadi yurisprudensi para hakim di Indonesia” kata Ketua LPSK Hasto Atmojo
Lebih lanjut Hasto menjelaskan, Majelis Hakim memilih menggunakan jalur diversi untuk menyelesaikan kasus tersebut. Diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana. Diversi sendiri merupakan prosedur hukum yang masih tergolong baru dalam sistem dan pembaharuan hukum pidana di Indonesia.
Menurut Hasto, proses penyelesaian kasus yang patut mendapatkan apresiasi adalah sebagai berikut, Pertama, Majelis Hakim mengambil inisiatif untuk melibatkan berbagai pihak selain Kepolisian dan Kejaksaan setelah pada proses sebelumnya sempat menemui jalan buntu, untuk terus melakukan mediasi antara keluarga korban dan keluarga pelaku. K
eputusan pelibatan banyak pihak dilandasi semangat untuk mencari solusi untuk memperbaiki, rekonsiliasi, yang tidak hanya berdasarkan pada pembalasan semata. LPSK merupakan salah satu pihak yang diberikan peran oleh hakim dalam proses mediasi.
Kedua, selain memberikan perlindungan berupa layanan medis dan bantuan pemenuhan hak prosedural, LPSK juga memberikan fasilitasi penghitungan ganti rugi (restitusi). Setelahnya, Majelis Hakim memperkenankan LPSK untuk menyampaikan hasil penghitungan restitusi sebesar Rp 120.477.211 kepada keluarga anak berhadapan dengan hukum (pelaku) yang berjumlah enam orang.
Seluruh pihak dan keluarga pelaku menerima hasil penghitungan. Korban sendiri mengalami kerugian dalam bentuk materil sebesar Rp 60. 477.211 dan sisanya sebesar Rp 60.00p.000 merupakan jumlah kerugian inmateril.
Ketiga, Majelis Hakim memberikan usulan yakni segala kerugian materil ditanggung sepenuhnya oleh para keluarga anak yang berhadapan dengan hukum (pelaku), sedangkan untuk kerugian inmateril dialihkan menjadi program psikososial, untuk menjamin kelangsungan pendidikan korban.
Pemerintah daerah merespon positif, pihak dinas pendidikan menyodorkan beasiswa di Universitas Negeri Yogyakarta sedangkan Dinas Sosial menawarkan beasiswa di Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial (STKS). “Dari sini kita bisa lihat Majelis Hakim memiliki perspektif korban yang baik” kata Hasto
Keempat, karena para keluarga pelaku berasal dari kalangan ekonomi kurang mampu, Majelis Hakim PN Wates kembali mengambil sebuah terobosan untuk menawarkan serta memberikan rekomendasi kepada keluarga pelaku untuk menggunakan fasilitas pinjaman salah satu Bank pelat merah untuk membayarkan restitusi kepada korban. Tawaran tersebut diterima oleh pihak keluarga pelaku karena dinilai sangat membantu.
“Kami berharap semua Aparat Penegak Hukum diseluruh Indonesia dapat mengambil sejumlah terobosan yang inovatif dalam menangani kasus, seperti yang terjadi di Kulon Progo” pungkas Hasto
Sebagai informasi, perihal ini dimulai pada saat PN Wates mengadili kasus penganiayaan terhadap anak yang terjadi pada medio 2019 yang lalu. Seorang pelajar dari salah satu SMA di Wates terkena lemparan batu yang cukup besar oleh pelajar SMA lain yang berjumlah enam orang. Akibat kejadian itu, korban mengalami pendarahan hebat di bola mata, hingga mengakibatkan gangguan penglihatan. Atas kejadian itu, Polres Kulon Progo melakukan proses hukum hingga bergulir ke pengadilan. (jo-3)
Tidak ada komentar: