PMI Manufaktur Indonesia Terus Naik Menjadi 51,3
Agus Gumiwang Kartasasmita |
Hal tersebut tercermin dari Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur Indonesia pada Desember 2020 yang tercatat di level 51,3 atau naik dibanding capaian bulan sebelumnya yang berada di posisi 50,6.
Peningkatan indeks ini didukung adanya pertumbuhan pesanan baru, yang mengacu ekspansi solid pada output. Kenaikan ini merupakan tercepat kedua dalam sejarah survei selama hampir sepuluh tahun.
“Ini capaian yang luar biasa, saya berterima kasih kepada para pelaku industri yang tetap berusaha semaksimal mungkin mengoptimalkan sumber daya yang ada di tengah keterbatasan yang ada. Hal ini juga menunjukkan bahwa langkah-langkah kebijakan Kementerian Perindustrian mampu mendorong hal ini,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita di Jakarta, Senin (4/1/2021).
Menperin menegaskan, Indonesia memiliki modal yang cukup kuat untuk bisa memasuki tahap pemulihan ekonomi.
“Pemerintah optimistis seluruh rangkaian strategi dan kebijakan yang telah dilakukan mampu memanfaatkan peluang pemulihan ekonomi yang ada ke depan,” ujarnya.
Indikator menuju pemulihan di 2021 dapat terlihat dari perjalanan perekonomian nasional selama 2020. Perekonomian Indonesia pernah mengalami titik terendahnya atau rock bottom di triwulan II-2020 akibat pandemi COVID-19 Namun, pada triwulan III-2020 mulai mengalami perbaikan meski masih kontraksi di minus 3,4 persen (yoy).
“Kondisi ini masih lebih baik dibandingkan dengan beberapa negara lain, seperti Jerman, Singapura, Filipina, Spanyol, dan Meksiko yang rata-rata mengalami kontraksi rata-rata di minus 4 persen,” ungkap Agus.
Indikator makro ekonomi lainnya yang mendukung adalah permintaan domestik dan keyakinan konsumen yang membaik.
“Hal tersebut diyakini akan mendorong produksi atau supply side. Lalu, IHSG dan nilai tukar rupiah yang terus menguat dan kembali ke level pre-Covid-19,” imbuhnya.
Menperin menyebutkan, terdapat tiga subsektor yang diproyeksi mampu mencatatkan akselerasi pertumbuhan ciamik pada 2021, yakni industri makanan, minuman, serta kertas dan barang dari kertas. Kemenperin mencatat, industri minuman misalnya, dapat tumbuh 4,39 persen secara tahunan pada 2021.
Selain itu, Agus menyatakan, pihaknya akan memberikan perhatian khusus pada beberapa sektor manufaktur, seperti industri farmasi, produk obat, kimia, obat tradisional, bahan kimia, barang dari bahan kimia, logam dasar, dan makanan.
Untuk tahun ini, pertumbuhan industri tersebut diperkirakan kembali ke jalur positif. Seluruh subsektor manufaktur digadang-gadang kembali bergairah.
“Dengan asumsi pandemi sudah bisa dikendalikan dan aktivitas ekonomi sudah bisa kembali pulih, kami memproyeksikan pertumbuhan industri manufaktur pada 2021 akan tumbuh 3,95 persen,” paparnya.
Optimisme tersebut sejalan dengan investasi pada industri pengolahan nonmigas yang masih tumbuh positif. Pasalnya, kendati pertumbuhan PDB diproyeksikan terkontraksi 2,22 persen pada 2020, nilai investasinya justru meningkat dan berpotensi melonjak tahun ini.
Sepanjang 2020, nilai investasi industri pengolahan nonmigas diperkirakan mencapai Rp265,28 triliun atau naik 24,48 persen dari realisasi investasi pada 2019 senilai Rp213,11 triliun. Pada tahun ini, investasi diproyeksikan naik 21,97 persen menjadi Rp323,56 triliun. (jo2)
Tidak ada komentar: