Di Balik “Habis Gelap Terbitlah Terang” Kartini Ada Nama Dahlan Abdullah yang Terlupakan
Baginda Dahlan Abdullah |
Dari buku tersebutlah dunia mengetahui mengenai keberanian perempuan kelahiran Jepara, 21 April 1879 ini, dalam memperjuangkan emansipasi wanita, termasuk dalam menumbuhkan kesadaran nasionalisme, demokrasi, negara, bangsa, hingga kemerdekaan. Kumpulan surat-surat Kartini yang kemudian dibukukan oleh JH Abendanon, dan diterbitkan pertama kali pada 1911.
Namun, mungkin hanya sedikit yang tahu siapa yang pertama kali menerjemahkan buku yang awalnya berjudul Door Duisternis tot Licht ("Dari Kegelapan Menuju Cahaya"), dan dibuat menjadi kalimat yang begitu terkenal “Habis Gelap Terbitlah Terang” dalam terjemahan bahasa Melayu, seperti judul yang tetap dipakai sekarang.
Sosok yang terlupakan itu adalah Baginda Dahlan Abdullah, tokoh kebangsaan Indonesia kelahiran Pariaman 15 Juni 1895. Dia orang yang pertama kali menerjemahkan buku ini dan memberi judul “Habis Gelap Terbitlah Terang” dan diterbitkan oleh Commissie voor de Volkslectuur (Balai Pustaka) pada tahun 1922. Sosok Dahlan istimewa karena memiliki andil besar dalam perjalanan sejarah Indonesia mulai dari masa pergerakan nasional antara lain kiprahnya sebagai Ketua Perhimpunan Hindia (Indische Vereeniging).
Seperti diketahui, baru pada cetakan ke3 yang terbit 1951 atau tiga dekade kemudian, muncul nama penerjemah pengganti yaitu Armijn Pane, seorang sastrawan pelopor Pujangga Baru. Terjemahan Armijn Pane ini tidak lagi menggunakan bahasa Melayu, tapi bahasa Indonesia namun judulnya masih menggunakan judul yang dibuat oleh Dahlan Abdullah.
“Habis Gelap Terbitlah Terang begitu terkenalnya sampai sekarang. Tanpa buku itu tentunya tidak akan ada penghargaan kepada Kartini seperti yang terjadi saat ini. Tapi ada nama pahlawan lain yang hilang dari balik nama besar Kartini ini. Dia adalah Badinda Dahlan Abdullah,” kata Dr Iqbal Alan Abdullah, MSc, salah satu penulis buku “Baginda Dahlan Abdullah: Bapak Kebangsaan Indonesia” bersama Hasril Chaniago dan Nopriyasman.
Dengan pengambilan judul yang pas seperti tertulis saat ini yaitu “Habis Gelap Terbitlah Terang” memberikan “rasa” yang lebih kuat daripada judul aslinya "Dari Kegelapan Menuju Cahaya". Artinya Dahlan Abdullah adalah orang Indonesia pertama yang menggunakan judul puitis “Habis Gelap Terbitlah Terang” yang sangat terkenal itu.
Dengan pengambilan judul yang pas seperti tertulis saat ini yaitu “Habis Gelap Terbitlah Terang” memberikan “rasa” yang lebih kuat daripada judul aslinya "Dari Kegelapan Menuju Cahaya". Artinya Dahlan Abdullah adalah orang Indonesia pertama yang menggunakan judul puitis “Habis Gelap Terbitlah Terang” yang sangat terkenal itu.
Iqbal Alan Abdullah, yang tidak lain adalah cucu dari Baginda Dahlan Abdullah, sang kakek menerima permintaan dari Abendanon untuk menerjemahkan buku itu pada akhir 1916 atau awal 1917 dan dikerjakannya ketika Dahlan Abdullah bekerja sebagai pembantu dosen bahasa Melayu di Universitas Leiden, serta diselingi kegiatannya yang cukup menyita waktu di Perhimpunan Hindia (Indische Vereeniging) dimana tahun 1917 sampai 1918 Dahlan menjabat sebagai Ketua Perhimpunan Hindia.
“Adalah Mr Abendanon sendiri yang meminta Dahlan Abdullah untuk menerjemahkan buku tersebut ke dalam bahasa Melayu. Dan bagi Dahlan Abdullah juga Mr Abendanon punya kesesuaian pikiran dengan Kartini untuk memajukan tanah Hindia (Indonesia),” lanjut Iqbal Alan Abdullah.
Baginda Dahlan Abdullah dikenal sebagai penggagas awal menggunakan istilah Indonesier (orang Indonesia) tahun 1917 sebagai pengganti sebutan inlander atau “pribumi Hindia Belanda” di awal era kebangkitan nasional Indonesia ketika ia menjabat Ketua Perhimpunan Hindia di Negeri Belanda.
Dahlan Abdullah secara konsisten memperjuangkan kemerdekaan dan kemajuan masyarakat Indonesia baik sebagai guru, anggota dewan Kota Jakarta dan Loco Burgemeester (Wakil Walikota) Batavia, politikus, pejabat pemerintah, dan pengurus berbagai organisasi sosial kemasyarakatan. Lalu setelah kemerdekaan dia konsisten membela negara Indonesia dan duduk sebagai anggota Komita Nasional Indonesia Pusat (KNIP), hingga wafat tahun pada 1950 saat dia menunaikan tugas menjadi Dubes Indonesia untuk Irak, Syria, Trans Jornania, dan Lebanon. Dahlan Abdullah dimakamkan di komplek Masjid Abdul Qadir Jailani, Baghdad, Irak.
Dalam bidang pendidikan, Dahlan Abdullah antara lain adalah salah satu pendiri Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta. (jo4)
Tidak ada komentar: