PMI Manufaktur Indonesia Cetak Rekor Tertinggi, Tembus Level 54,6
Agus Gumiwang Kartasasmita |
“Selama ini sektor industri pengolahan nonmigas masih menjadi motor penggerak roda perekonomian nasional. Oleh karena itu, diperlukan perhatian lebih dalam rangka meningkatkan kinerjanya,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita, dikutip dari laman Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Rabu (3/5/2021).
Peningkatan produktivitas tersebut tercermin dari Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur Indonesia yang kembali meningkat. Sesuai yang dirilis oleh IHS Markit PMI Manufaktur Indonesia pada bulan April menembus level 54,6 atau naik signifikan dibanding bulan Maret yang berada di posisi 53,2. Nilai PMI yang di atas angka 50 ini mencerminkan sektor industri di Tanah Air sedang ekspansif.
Sepanjang dua bulan berturut-turut, PMI Manufaktur Indonesia menorehkan rekor tertinggi.
“Alhamdulillah, para pelaku industri kita mulai bangkit lagi. Sebab, kalau kita melihat ke belakang, pada April 2020 adalah kondisi PMI Manufaktur Indonesia saat jatuh ke titik terendahnya, yaitu di level 27,5,” ungkap Menperin.
Agus menilai, keberadaan PMI Manufaktur Indonesia di tingkat ekspansif merupakan salah satu indikator perekonomian yang semakin membaik, serta kepercayaan dunia usaha dan industri terhadap kebijakan pemerintah yang dinilai sudah on the track.
“Kami memberikan apresiasi dan mengucapkan terima kasih banyak kepada para pelaku industri yang terus semangat menjalankan usahanya. Hal ini tentu akan membawa multiplier effect yang luas bagi perekonomian, mulai dari penyerapan tenaga kerja hingga penerimaan devisa,” paparnya.
Guna menjaga kinerja gemilang di sektor industri, pemerintah bertekad menciptakan iklim usaha yang kondusif. Langkah strategisnya antara lain melalui pemberian kemudahan izin usaha dan stimulus insentif.
“Misalnya dengan penerbitan Undang-Undang Cipta Kerja untuk semakin memberikan kepastian hukum bagi para pelaku industri di Tanah Air,” ujar Agus.
Menperin juga mengemukakan, utilisasi industri pengolahan nonmigas sudah kembali melonjak hingga 61,30 persen, meningkat signifikan dibanding dua bulan sebelumnya.
“Kementerian Perindustrian sangat berkepentingan menjaga momentum ini dengan terus membuat kebijakan dan program untuk menstimulasi pertumbuhan industri nasional kita,” tegasnya.
Terkait PMI manufaktur Indonesia di bulan keempat ini, IHS Markit juga mencatat, output, permintaan baru, dan pembelian semua naik pada tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya selama periode survei sepuluh tahun, sementara permintaan ekspor baru kembali tumbuh setelah 16 bulan periode penurunan.
Optimisme bahwa output akan terus naik pada tahun yang akan datang kembali menyebar, dengan tiga perempat panelis memperkirakan ekspansi. Kepercayaan diri berpusat pada harapan bahwa pandemi akan berakhir pada tahun mendatang, memungkinkan kenaikan lanjutan pada permintaan baru.
Di samping itu, bisnis baru mengalami ekspansi substansial, dan sejauh ini merupakan laju tercepat sejak survei dimulai pada bulan April 2011. Perusahaan sering menyebutkan perbaikan pada permintaan pelanggan. Terlebih lagi, total permintaan baru didorong oleh kembalinya bisnis baru dari luar negeri.
Bahkan, dengan bisnis baru mengalami ekspansi tajam, perusahaan manufaktur juga menaikkan volume produksi mereka. Sebagaimana halnya dengan permintaan baru, kenaikannya merupakan yang paling tajam.
Berikutnya, rekor kenaikan pada aktivitas pembelian juga terjadi karena perusahaan menanggapi arus pesanan baru yang masuk. Sementara itu, waktu pengiriman dari pemasok secara umum tidak berubah pada bulan April, menandakan bahwa gangguan pada rantai pasokan mulai berkurang.
Hal ini membantu perusahaan melakukan ekspansi stok pembelian, sehingga mengakhiri 15 bulan periode penurunan inventaris pra-produksi. (jo2)
Tidak ada komentar: