Pengamat: Pemerintah Harus Tegas Soal Pendidikan, Jangan 'PHP' in Anak-anak
Yudhistira |
Kebijakan itu pun berdampak luas ke berbagai sendi kehidupan masyarakat, khususnya segi perekonomian. Banyaknya pengusaha yang menutup usahanya, membuat para pekerja terpaksa kehilangan pekerjaan. Dampak dari itu semua, bukan hanya jumlah pengangguran yang bertambah, kemiskinan juga melonjak secara signifikan.
"Namun di balik semua itu, satu hal yang sekarang terkesan diabaikan pemerintah. Yakni mengenai nasib generasi muda harapan bangsa di masa depan, yang kini duduk di bangku sekolahan," ungkap Ketua Dewan Pimpinan Nasional (DPN) LSM Forum Masyarakat Pemantau Negara (Formapera) Yudhistira dalam siaran beritanya, di Medan, Senin (23/8/2021).
Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan, lanjutnya, terus memaksakan bagaimana anak-anak itu bisa terus belajar secara daring (online), tanpa pernah memikirkan bagaimana mencari formula atau solusi agar mereka bisa belajar secara efektif di masa pandemi covid-19 ini.
"Kami tegaskan, belajar daring sangat tidak efektif. Mungkin kalau tingkat SMA atau kuliah, mereka mulai terbiasa dengan teknologi, tapi tidak dengan anak-anak SD atau SMP yang mulai memasuki masa transisi. Sebaliknya, belajar daring bagi anak SD dan SMP malah justru merusak mental dan konsentrasi mereka," tegas pria yang akrab disapa Yudis ini.
Bagi anak-anak usia SD dan SMP, mereka cenderung memahami jika android atau sejenisnya, hanya sebagai sarana bermain internet yang menawarkan berbagai aplikasi, khususnya games yang membuat pola pikir mereka dalam menyerap pelajar buyar.
"Saya juga punya anak. Mungkin hampir rata-rata, setiap tugas daring itu yang mengerjakannya ibu-ibu mereka. Itu termasuk menjadi keluhan istri saya sendiri. Ini yang mestinya dipikirkan Presiden Jokowi. Kami juga meminta Menteri Pendidikan Nadiem Makarim jangan terlalu sibuk menggelontorkan anggaran yang tidak jelas. Beli laptoplah, beli inilah, buat itulah, tapi justru ujung-ujungnya mencurigakan. Coba bijaklah berpikir soal nasib anak-anak. Kami paham Covid-19 merupakan sesuatu yang serius, tapi hancurnya generasi bangsa, jelas juga menjadi ancaman serius yang ada di depan mata kita," tandasnya.
Tak hanya menohok penerintahan Jokowi, secara khusus Yudis juga mempertanyakan itikad baik Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi dan Walikota Medan Bobby Nasution soal pendidikan.
"Beberapa kali tersiar di media, Edy Rahmayadi janji pembelajaran tatap muka akan dimulai Mei 2021, batal. Lalu bilang lagi awal Juli 2021, tapi batal lagi. Dengan pemimpin yang labil seperti ini, jelas membuktikan Gubsu tak punya konsep. Harusnya ketika dia mengeluarkan pernyataan, sudah ada konsep yang harusnya bisa dia jalankan sehingga dia tak dianggap omong doank. Jangan biasakan PHP in anak-anak Pak," ucap Yudis kesal.
Pria berlatar belakang jurnalis ini juga mengaku sedih dengan kondisi anak-anak yang terpaksa 'putus sekolah' karena keadaan. Apalagi mereka sekarang seperti kehilangan arah.
"Coba turun ke jalan Pak. Banyak anak-anak usia sekolah yang sekarang ngemis di lampu merah atau mereka jadi badut, manusia silver karena gak bisa sekolah sekalian membantu orangtua mereka yang mungkin saja kehilangan pekerjaan akibat pandemi. Apa ini yang dimaui pemerintah? Kami tau penanganan Covid-19 sangat sulit di tengan beragam respon masyarakat sehingga jumlah yang terjangkit semakin meningkat. Tapi pendidikan juga menjadi tulang punggung untuk menentukan arah nasib negeri ini ke depan," pungkas Yudis. (jun)
Tidak ada komentar: