Wartawan Diusir dan Dituduh Teroris Saat Meliput Pembagian BLT di Saentis Percut Sei Tuan
Salah satu pelaku pengusuran wartawan. |
Pengusiran itu dialami wartawan jakartaobserver.com, Junaedi, diduga dilakukan oleh Kaur Pembangunan berinisial S dan Kadus 20 berinisial A. Tak hanya mengusir wartawan dari aula desa, S juga menuding wartawan sebagai teroris.
"Saya masuk baik-baik dengan permisi kepada Kadus VI R untuk meliput pembagian BLT. Tapi S langsung mengadang saya, marah-marah lalu mengusir saya dari aula. Mereka tidak suka kalau ada wartawan yang meliput kegiatan ini," kata Jun.
Kepada Jun, S bertanya apa urusan wartawan masuk-masuk ke aula tanpa izin. Dia juga mempertanyakan KTA dan surat tugas. Meski sudah ditunjukkan kartu weartawannya, S tidak perduli bahkan mendesak Jun untuk menyebut nomor kartu wartawannya.
"Mana KTA-mu, surat tugasmu mana, kalau kau teroris mati kami semua disini kena bom," bentak S. Tak hanya itu dia juga mempertanyakan apakah wartawan punya izin untuk wawancara.
Reaksi yang sama juga ditunjukkan Kadus XX Agus, "Kau keluar saja dah meliput jangan lagi disini udah keluar," ujarnya seperti ditirukan Jun.
Jun sendiri sudah berulang kali menunjukkan kartu persnya, dan menyebut dia berhak untuk meliput kegiatan itu, bahkan ketika disebut sikap aparat itu menghalang-halangi tugas pers melanggar UU Pers.
Diketahui pembagian BLT tersebut tidak dengan menerapkan protokol kesehatan (prokes) karena tidak menerapkan 5M yaitu menjaga jarak, memakai masker, mencuci tangan, menghindari kerumunan, tidak bersalaman.
Menurut Jun, S dan A Kadus XX sudah menghalang-halangi tugas wartawan, dan melanggar UU No40 Tahun 1999 tentang Pers, dan berharap pemimpin si aparat tersebut memberikan sanksi tegas kepada oknum ini yang bisa merusak nama baik Camat Percut Sei Tuan maupun Bupati Deli Serdang.
UU Pers Pasal 18 Ayat (1) menegaskan "Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (Lima ratus juta rupiah)."
Dan Undang-Undang KIP no 14 tahun 2008 pasal 28 F mengatur bahwa "Setiap warga berhak dan memperoleh informasi menggunakan segala jenis media.
Setiap penyelenggara negara yang menggunakan anggaran Negara wajib membuka akses informasi. (jun)
Tidak ada komentar: