Marinus Gea: Indonesia Punya Pengalaman Sejarah Panjang Mengelola Kemajemukan
Anggota DPR/MPR RI Marinus Gea saat melakukan Sosialisasi Empat Pilar di Karawaci, Kota Tangerang, Banten, Minggu (24/11/2024). |
“Kita bersyukur sebagai bangsa yang memiliki sejarah Panjang dalam mengelola kemajemukan. Dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Pulau Rote berdiam penduduk dengan ragam suku bangsa, bahasa, budaya, agama, adat istiadat dan keberagaman lainnya. Keberagaman ini warisan yang harus kita rawat dengan baik, sebagai kekuatan pemersatu kita,” kata anggota DPR/ MPR dari Fraksi PDI Perjuangan, Marinus Gea.
Hal itu disampaikan anggota DPR dari daerah pemilihan (dapil) Banten III meliputi Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang, dan Kota Tangerang Selatan ini saat melakukan Sosialisasi Empat Pilar MPR di Karawaci, Kota Tangerang, Banten, Minggu (24/11/2024).
Menurut Marinus Gea, secara keseluruhan, pulau-pulau di Indonesia berjumlah 17.508 buah pulau besar dan kecil. Di balik keindahan pulau-pulau yang dihiasi oleh flora dan fauna yang beraneka ragam, Indonesia juga memiliki kebhinnekaan dalam suku yang berjumlah lebih dari 1.128 suku bangsa dan lebih dari 700 bahasa daerah.
Namun keberagaman suku bangsa dan bahasa tersebut, dapat disatukan dalam satu bangsa, bangsa Indonesia dan satu bahasa persatuan, bahasa Indonesia. “Merupakan suatu kebanggaan bagi bangsa Indonesia memiliki bahasa persatuan, karena bila melihat negara—negara lain ada yang tidak berhasil merumuskan bahasa nasional yang berasal dari bahasa aslinya sendiri, selain mengambil dari bahasa negara penjajahnya. Keberagaman yang menjadi ciri bangsa Indonesia ditambah dengan letak posisi geografis yang sangat strategis.”
Dalam paparannya, Marinus Gea mengingatkan, sejak Indonesia merdeka para pendiri bangsa dengan dukungan penuh seluruh rakyat Indonesia bersepakat mencantumkan kalimat Bhinneka Tunggal Ika pada lambang negara Garuda Pancasila yang ditulis dengan huruf latin pada pita putih yang dicengkeram burung garuda.
Semboyan tersebut berasal dari bahasa Jawa Kuno yang berarti “berbeda-beda tetapi tetap satu jua”. Kalimat itu sendiri diambil dari falsafah Nusantara yang sejak jaman Kerajaan Majapahit sudah dipakai sebagai semboyan pemersatu wilayah Nusantara. Dengan demikian, kesadaran akan hidup bersama di dalam keberagaman sudah tumbuh dan menjadi jiwa serta semangat anak—anak bangsa, jauh sebelum zaman moderen.
“Kesadaran akan hidup bersama dalam keberagaman ini harus juga tertanam di dalam dada anak-anak muda, generasi penerus bangsa, dan terus dipelihara dengan baik,” ujar Marinus lagi.
Semangat dan gerakan untuk bersatu tersebut menjadi sumber inspirasi bagi munculnya gerakan yang terkonsolidasi untuk membebaskan diri dari penjajahan. Bangsa Indonesia kemudian memproklamasikan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945. Proklamasi kemerdekaan tersebut, kata Marinus lagi, adalah ikrar untuk bersatu padu mendirikan NKRI yang meliputi wilayah dari Sabang sampai Merauke, yang merdeka, bersatu, dan berdaulat untuk mewujudkan cita-cita dan tujuan nasional.
“Dan dengan disepakatinya Pancasila sebagai dasar negara, semakin mengukuhkan komitmen pendiri negara dalam membentuk NKRI, ” sambungnya. (jo4)
Tidak ada komentar: